Staring at The World…

Posted in Uncategorized by Bondan on September 23, 2012

Posted in Uncategorized by Bondan on September 23, 2012

“comfort zone”

Posted in Uncategorized by Bondan on July 8, 2012

Visiting my campus again: almost never empty parking lot, warm greeting from the academic staff(s) */b.w.a, ngopo koe neng kene?/b.w.a ngapain kesini??/*, or greeting from some people I know */mbak boondaaann/oi, Bon, ngapain ke sini?/*. This is the place I know. People I know, the smell, the air, the atmosphere. Ah.. this is absolutely my comfort zone.

Saya kemudian teringat ucapan seorang teman tentang ‘comfort zone’, bahwa Jogja itu adalah comfort zone, dan dia disarankan untuk tidak berlama-lama di Jogja agar tidak terjebak zona nyaman. Bahkan salah seorang interviewer dari pihak perusahaan tempat saya mengikuti proses rekruitmen baru-baru ini juga mengatakan,”Try Jakarta! Despite many people say how delighting place Jogja is.. Just try Jakarta. The last place will allow you to grow more.”

Yang akhirnya membuat saya bertanya-tanya tentang apa itu sebenarnya zona nyaman. Jogja indeed a more comfort place to live (I think). Kemana-mana dekat, orang-orangnya terasa lebih ramah. Tempat dimana kita bisa menjumpai tukang parkir yang menyapa kita dengan ramah, saat saya menyapa “cuma sampe jam 9 ya, pak?”/”iya, mbak, jangan malem-malem”. Atau, seorang tukang parkir di pelataran mall malioboro yang mengajari saya trik agar dapat momen yang pas untuk berfoto dibawah kerlip lampu hias. Ramah, penuh senyum. Di sini bahkan, walaupun masyarakat sekitar tempat tinggal saya banyak yang tidak mampu, tapi berhasil mengumpulkan dana sebesar 10 juta untuk membantu biaya operasi seorang warga yang tidak mampu hanya dalam waktu 2 hari saja. How can’t I love this place? How can’t I feel comfortable?

Adek saya yang pernah mencicip Jakarta selama 6 bulan pernah bilang, “In Jakarta, we’ll hardly find people driving as slowly as this one (pointing a car). Time does matter!”. Yeah.. mungkin itulah yang dimaksud sebagian besar orang mengapa mengatakan, jika ingin berkembang, Jogja bukanlah tempat yang akan mengkatalis kita untuk berkembang lebih jauh. Suasana santai, bersahabat, mungkin menyebabkan orang tidak berusaha untuk mencapai lebih. Biaya hidup yang bisa dikatakan lebih kecil dibanding Jakarta, gaya hidup tradisional yang ‘sedikit’ tidak hedonis dan konsumtif, atau budaya ‘nrimo’. Yeah, orang Jogja cenderung ‘nrimo’. Janjian, terlambat 30 menit, itu biasa (Ah!). Orang tidak ingin berkembang untuk menggali potensi diri yang sesungguhnya, dengan alasan ‘bersyukur’. Bisnis yang berjalan stabil, tapi tidak juga berkembang.

In contrast, Jakarta offers a tougher life which means a more competitive atmosphere. Semua orang harus berusaha ekstra keras. Bahkan, untuk mencapai sebuah tempat tertentu orang harus berusaha lebih: naik metromini atau Trans Jakarta yang penuh, belum lagi kemacetan yang mengancam di berbagai titik kota. Dalam hal bisnis, keadaan sangat cepat berubah. Masyarakat yang berasal dari berbagai daerah, mempunyai berbagai latar belakang budaya, suku, bahkan bangsa, membuat trend pasar cepat berubah. Pesaing ataupun peniru muncul setiap saat. Hanya pebisnis yang selalu mengantisipasi hal ini dan tidak terjebak dalam kestabilan bisnis sementara, yang akan mampu bertahan dan berkembang.

Namun, kerasnya hidup di Jakarta menggerus sisi sosial sebagian besar masyarakatnya. Biaya hidup yang tinggi, kemacetan yang menghabiskan sebagian besar waktu orang-orang membuat mereka tidak lagi bisa sekedar bertanya kabar dengan tetangga. Tidak ada yang gratis di Jakarta. Bahkan, permintaan tolong antar teman untuk memasangkan kasa jendela tetap dihargai dengan harga normal, bahkan sedikit lebih mahal. Nothing’s such a free lunch. Masyarakat jadi egois, individualistik, sibuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Lihat saja lalu lintas Jakarta yang sudah semrawut, makin semrawut karena ulah orang-orang egois yang mengabaikan peraturan lalu lintas dan tidak memperhatikan hak pengguna jalan yang lain.

Tidak semua memang, regarding some persons or groups of Jakarta’s citizen initiating social acts in that city.

But, then, apakah kenyamanan selamanya bukan hal yang baik? Bukankah kita semua sesungguhnya memimpikan hidup yang nyaman? Akses transportasi yang nyaman ke tempat tujuan kita, lingkungan yang bersih dan aman, bebas polusi, kebutuhan pokok yang tidak mencekik? Kehidupan sosial yang aman, damai, tentram, saling tolong-menolong, bukankah juga sebuah kenyamanan?

Saya berpendapat, berkembang dan terus bertumbuh adalah suatu pilihan. Dimanapun kita. Walaupun kita berada di tempat senyaman Jogja, kita masih terus dapat berkembang, asal kita selalu menantang diri untuk suatu yang baru. Menggali setiap potensi yang mungkin kita miliki dengan mencoba dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru. Namun, keluar dari zona nyaman (dalam sudut pandang tempat tinggal) juga membuat kita berkembang dengan cara yang berbeda. Dalam sudut pandang iman dan keyakinan, di luar zona nyaman itulah iman atau keyakinan dan prinsip-prinsip kita diuji. Berbagi, di saat yang lain juga melakukan hal yang sama adalah hal yang lazim. Namun mengantri, saat yang lain menyerobot bukanlah hal yang mudah. Memilih pulang dan dicap anak ‘alim’ dibandingkan nongkrong juga bukan perasaan yang menyenangkan. Namun di situ, saat prinsip kita bertahan, saat kerasnya hidup tidak mengikis siapa kita, atau nurani kita, we do grow as a human.

***

But, my reason back to my campus isn’t because this is my comfort zone.

“Kuliah itu kan zona nyaman, Rum.” Yes, it is. It is a comfort zone, for me and some other people. It’s right, that working world is a quite different world with academic world, bahwa walaupun dunia akademik menuntut tanggung jawab, dunia kerja akan menuntut tanggung jawab dalam tingkatan yang berbeda. Mungkin dunia akademik membutuhkan dan mengajarkan sedikit communication skill, tapi dunia kerja akan menuntut communication skill yang absolut.

Tapi berjalan kembali memasuki tempat ini, adalah akhir dari sebuah pertimbangan panjang, keputusan bahwa untuk mengiringi dunia yang terus berputar, waktu yang terus berjalan, kita harus terus bergerak. Bukan pilihan utama memang, idealisme saya tentang usia, seharusnya saya sudah berada di dunia nyata, beraksi nyata untuk hasil yang nyata. Bukan juga mengejar impian ambisius akan embel-embel panjang titel dibelakang nama, bukan juga demi sebuah judgment memiliki titel berarti pintar. Saya tidak menutup mata pada orang-orang yang meraih sukses walaupun tidak memiliki gelar satu pun. Saya tidak akan pernah lupa Bapak Houtman Zainal Arifin, seorang laki-laki sederhana yang berhasil menjadi “Man Of The Year” majalah Times, dan menjadi vice president Citibank, meski tanpa titel satupun di belakang namanya.

Only, and solely, when people grow through their career, maybe I could grow through academic path.

Mungkin pilihan ini, mimpi ini, sedikit tidak dapat dimengerti, sama seperti halnya saya yang tidak dapat mengerti mimpi orang lain. Mengapa, dan untuk apa. Hal kongret apa yang bisa dilakukan kemudian. But, heywe aren’t meant to understand or judge, we’re meant to respect.

in differences, we do also grow.

Delapan Gelas Air per Hari?

Posted in Uncategorized by Bondan on November 12, 2011
 Minum setidaknya 8 gelas sehari biar kulit cantik/badan sehat

Hmm.. sering banget denger pernyataan ini, sampe hafal diluar kepala? Baru-baru ini kebutuhan air sehari ramai diperbincangkan didunia kesehatan. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darthmouth Medical College menunjukkan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung pernyataan tersebut. Lah.. kok bisa? Padahal, anjuran untuk minum 8 gelas sehari tidak cuma sering dikatakan oleh orang awam, tapi juga tenaga kesehatan. Apakah pernyataan ini sepenuhnya tanpa dasar ilmiah?

Not really. To be said misinterpreted is more appropriate.

Pernyataan ini bermula (berdasarkan video di Yahoo Health) dari artikel yang diterbitkan oleh Food and Nutrition Board of National Research Council bahwa agar tubuh kita berfungsi optimal, kita membutuhkan 1 ml air per kalori yang kita asup. Jadi, misalnya, kebutuhan energi sehari kita adalah 2000 kalori, jadi kita memerlukan air 1×2000 = 2000 ml (2L). Jika satu gelas = 250 ml, berarti dalam satu hari kebutuhan air kita adalah 2000:250 = 8 gelas.

Sampai sini tidak ada masalah, atau sesuatu yang salah.

Tapi yang mungkin sedikit terlewatkan adalah, bahwa yang saya sebutkan diatas adalah kebutuhan air kita dalam sehari, bukan berapa banyak air yang harus kita minum dalam sehari. Karena, asupan air tidak hanya berasal dari air yang kita minum tapi juga dari makanan. Makanan, baik secara alamiah maupun akibat proses pemasakan mengandung air dalam kadar yang berbeda-beda.

Penemuan ini akhirnya menimbulkan perdebatan lain tentang berapa banyak tepatnya kita harus minum dalam sehari? Pertanyaan ini jadi krusial tidak lain karena fungsi air yang begitu penting bagi tubuh (as well as other nutrients, of course).

How much is enough, and how much is too much? Karena ternyata minum plain water terlalu banyak bukan tanpa resiko. Resiko yang dikhawatirkan akan kemudian timbul yaitu terjadinya hiponatremia, atau kadar natrium yang terlalu rendah dalam darah (akibat terlalu banyaknya air yang beredar menimbulkan efek pengenceran/dilusi).  Tapi ternyata, kejadian ini hampir-hampir tidak pernah terjadi. Karena, what matters most is, jangka waktu kita mengonsumsi jumlah tertentu air. Dua liter air dihabiskan sekaligus at a time, tentunya akan berbeda jika dikonsumsi dalam sehari.

Sampai saat ini memang belum ada jumlah pasti yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam satu hari. Karena, kebutuhan air sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, tinggi/berat badan, aktivitas, kondisi lingkungan/cuaca. Tentunya, orang dengan aktivitas tinggi yang menimbulkan banyak keringat akan membutuhkan lebih banyak air.

Walaupun demikian, tubuh kita dilengkapi dengan sistem yang begitu canggih. Sehingga sebenarnya kita tinggal melihat atau ‘membaca’ kebutuhan air kita dari tanda-tanda yang diperlihatkan oleh tubuh kita, such as;

  1. rasa haus menunjukkan tubuh kita telah kehilangan sebanyak 1% air
  2. warna urin —> semakin banyak konsumsi air urin akan berwarna semakin terang, dan sebaliknya.
  3. jumlah dan frekuensi urin, rata-rata orang normal buang air kecil sekitar 4 kali sehari. But again, frekuensi dapat bervariasi antar individu, karena ginjal (sebagai organ yang mengatur/menjaga kadar air dalam tubuh)  mempunyai kemampuan beradaptasi dengan kebiasaan minum seseorang.

Jadi, kalau kembali lagi ke pertanyaan awal, 8 gelas per hari? Kalau menurut saya pribadi, jawabannya yes and no. Walaupun tidak ditemukan dasar ilmiahnya, kita masih bisa mengonsumsi sebanyak 8 gelas per hari untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan air, toh, konsumsi air terlalu banyak (dalam konteks satu hari) tidak menimbulkan efek apapun. No, of course, karena terkadang justru kita membutuhkan lebih dari 8 gelas. Dan tentunya, orang-orang dengan kondisi kesehatan tertentu justru sangat dibatasi konsumsi airnya dalam sehari. 🙂 Don’t worry be happy, always trust your body sign: drink, whenever your body tells you so, (unless you’re fasting, of course). 🙂

Jogja Pagi Ini

Posted in Uncategorized by Bondan on October 30, 2010

Merapi meletus? Ini pertama kalinya saya ngalamin, setelah saya 4 tahun resmi jadi warga Jogja. Kali pertama merapi erupsi selasa lalu, efeknya ga berasa sampe ke rumah, walaupun saya tinggal di Jalan Kaliurang Km 7. Berita di TV keliatan mendramatisir keadaan. Iya, sih… cukup mengagetkan karena menelan korban jiwa. But, sebenarnya, masyarakat Jogja terlihat fun-fun aja. Begitu berita mengabarkan kalo merapi meletus sore itu, gelombang masyarakat yang naik ke daerah pakem dan sekitarnya, luar biasa banyak. Bukan untuk menolong, tapi untuk nonton wedus gembel… Saya? (dan sebagian besar masyarakat Jogja yang ga kena dampak) santai-santai, sambil nonton berita.

Pun ketika merapi meletus untuk kesekian kalinya hari kamis, dan hari jumat pagi.
Pepatah mengatakan, hati-hati sama harapan/ucapan kita, karena itu bisa benar-benar terjadi. Seperti malam ini.
Setelah kemarin-kemarin saya selalu bertanya-tanya: Masa’ abunya bisa sampe Pengandaran, padahal saya yang tinggal di daerah Jalan Kaliurang bisa dibilang ga kena dampak sama sekali?, malam ini pertanyaan saya terjawab.
Saat saya nonton TV sekitar jam (kurang lebih) 00.30 saya denger bunyi yang mirip guruh. Tapi saya ga berpikir macem-macem, karena Jogja memang mendung. Kejadian ini disusul berita yang mengonfirmasi bahwa merapi meletus lagi pukul 00.42. Saya mulai berpikir; Could it be heard until here?. Karena ngantuk, saya mengabaikan berita itu dan pergi tidur.
Ga lama, saya terbangun oleh suara pengumuman dari masjid. Saya kurang jelas nangkep isi pengumuman itu, tapi saya langsung terjaga karena bau yang begitu menyengat. Seketika itu juga detak jantung saya meningkat. Ya Allah, Ya Allah, could it be?
Segera saya turun ke lantai bawah, jam menunjukkan pukul 02.30, dan memeriksa keadaan. Terlihat tetangga saya juga bersiaga didepan rumah. Dari arah jalan Kaliurang terdengar deru suara motor dan sirene ambulan. Sendirian, dan keadaan yang berubah tiba-tiba ini mau ga mau bikin saya panik. Saya langsung nyetel TV untuk mencari tau apa yang terjadi. Metro TV melaporkan telah terjadi luncuran awan panas, yang meluncur sampai radius 10 km, bahkan pengungsi pun diungsikan dari tempat mereka mengungsi saat itu.
Melihat keadaan tetangga sekitar rumah yang cukup tenang, saya berpikir untuk juga tinggal di rumah. Tapi bau belerangnya bener-bener menusuk, dan mulai membuat saya batuk… Akhirnya, dengan diberani-beranikan, saya bawa mobil jam 03.00, pindah ke tempat kakak saya yang letaknya agak ke timur.
Tapi, hujan abu dan pasir ini ga berlangsung lama. Subuh tadi, hujan abu sudah reda. Pagi ini saya pun memutuskan kembali ke rumah. Matahari pagi pun menunjukkan semuanya. . . Di mana-mana abu… Abu yang menutupi Jalan Kaliurang mungkin sudah berkurang terbawa kendaraan yang lewat, tapi tak urung menciptakan debu yang mengurangi jarak pandang. Everything seems gray, and looks like black and white picture.
Ga mau kehilangan momen, sesampainya dirumah saya langsung motret halaman rumah saya.

 

paving blocknya sampe ga keliatan ketutup abu

Except the sulfur smell and the dust, everything’s just fine, now. Alhamdulillah. . . semoga ga ada korban jiwa lagi. 🙂

Oh. . . Berharap Jogja diguyur hujan deres lagi kyk kemaren malem biar ga usah repot-repot bersihin halaman . . . huhuhu. . .

I’m just a girl, aren’t I?

Posted in Quote by Bondan on October 16, 2010

 

“After all . . . I’m just a girl, standing in front of a boy, asking him to love her . . .”

Comments Off on I’m just a girl, aren’t I?

Rain.. Rain…

Posted in Uncategorized by Bondan on October 15, 2010

“Di dalam hujan, ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu”

 

Can you listen, it? 🙂


It’s OK to be failed….

Posted in Uncategorized by Bondan on May 20, 2010

Hmm… I have experienced a great “roller coaster” phase in this 2 weeks. My mood is up and down, as well as my optimism. Enthusiasm and spirit are easily changed into discouragement and despair on the next day. I don’t know why I always have a doubt to do something, that it’s always difficult to make my mind up and decide something. Asking, asking, asking. I don’t know whether or not it has been good enough, or it is correct. So, when I decide to do something, then I will change the decision on the next day. It always be like that.. Maybe, It is the reason for my ‘unfinished thing’.
Maybe, deep inside my heart, I realize where the doubt comes from. Yeah.. the doubt comes from my fears: I’m afraid of making a mistake, I’m afraid that the result will not be as good as I want it to be, I’m afraid of being criticized and I’m afraid of being failed. Although, I know that it’s OK to make a mistake, and it’s OK to be imperfect.
Then I realize something. It is better to be failed than doing nothing. Being failed makes you learn, makes you understand your mistakes. Even though failure is an unintended result of our attempt, it is a result, still, rather than waiting and thinking how to make a good result that will not get you somewhere but nowhere. Waiting and thinking only take you to the other doubt and questions. Maybe we’re confused to do something because we know something’s wrong but we don’t know which. You will be showed which is your mistake or at least it proofs your prejudice of your afraid, then you can move on and fix it. Thomas Alfa Edison needs 10001 trials to invent lamp, but he doesn’t count it as a failure. He says ” I have found 10000 way to make lamp doesn’t work..”

Yeah… How our life depends on our point of view, how we regard and consider something.

It is ok to be failed.. Maybe you will need to take some times crying over your stupidity and regretting what has happened, just take it, then face the world and steady your heart to admit your failure and fix it. Just move on, because life does never wait for us. Mistake, or failure, if it doesn’t kill you, it will make you stronger.. 

Still, now I’m in struggle to beat my fear. I haven’t been able to get rid of it 100%. However, bravery is not without fear, but it’s a decision that something is more important than our fear, right?.. So I decide to do it, in spite of my fear..

Because, nothing is easy, but nothing is impossible.. 

Allah,, Allah,, give me toughness, give me ability to do these all 

 

Fave Quote

Posted in Uncategorized by Bondan on April 16, 2010

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Hello world!

Posted in Uncategorized by Bondan on March 23, 2010
  • This is my another blog.. I just want to try another site actually, because the old one often encounters problem recently.. I don’t know.. My old blog often makes my safari ‘quit unexpectedly’. Being tired of this thing (so annoying when I’m trying post something), I’d try this site and… here I am, welcome you to this my new blog 😉